Rabu, 08 Juni 2016

Satu Langkah di Belakangmu




Bismillah..
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kesempatan kepada kita, terutama aku untuk sampai pada tanggal 3 Ramadhan 1437 H. Allah beri kenikmatan pula pada pagi ini aku dapat hadir dalam kuliah filsafat hukum oleh Drs. Zumri Bestado Syamsyuar, M.Hum. Kuliah beliau selalu mengagumkan dan penuh dengan inspirasi. Seperti aku di hari ini, dalam kuliah beliau dapat kuselesaikan satu tulisan yang telah lama aku tak selesaikan dan telah lama pula ditunggu.
Satu Langkah di Belakangmu, teringat aku pada sebuah kisah yang aku dengar dari salah seorang ustadz. Kisah teladan dari dua orang sahabat yang dicintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dan kita patut meneladaninya. Dua orang sahabat yang selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١٤٨﴾
Artinya  :
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S Al-Baqarah : 148)
Pada masa Khulafaur Rasyidin radhiallahu ‘anhum, para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para tabi’in berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan membantu orang yang membutuhkan dan menolong orang yang teraniaya. Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhuma termasuk orang yang gigih bersaing di dalam amal kebaikan yang mulia ini, yang pelakunya mendapatkan kebaikan besar di dunia dan banyak pahala di akhirat.
Ada sebuah kisah yang terjadi pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Pada saat itu Umar mengawasi apa yang dilakukan oleh Abu Bakar. Lalu dia melakukan dua kali lipatnya sehingga dia mendapatkan kebaikan dan berbuat lebih dari Abu Bakar dalam hal kebaikan.
Suatu hari, Umar mengawasi Abu Bakar di waktu fajar. Sesuatu telah menarik perhatian Umar. Saat itu Abu Bakar pergi ke pinggiran kota Madinah setelah shalat subuh. Abu Bakar mendatangi sebuah gubuk kecil beberapa saat, lalu dia pulang kembali ke rumahnya. Umar tidak mengetahui apa yang ada di dalam gubuk itu dan apa yang dilakukan Abu Bakar di sana. Umar mengetahui segala kebaikan yang dilakukan Abu Bakar kecuali rahasia urusan gubuk tersebut.
Hari-hari terus berjalan, Abu Bakar tetap mengunjungi gubuk kecil di pinggiran kota itu. Umar masih belum mengetahui apa yang dilakukan Abu Bakar di sana. Sampai akhirnya Umar memutuskan untuk masuk ke dalam gubuk itu sesaat setelah Abu Bakar meninggalkannya. Umar ingin melihat apa yang ada di dalam gubuk itu dengan mata kepalanya sendiri. Dia ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh sahabatnya di situ.
Manakala Umar masuk ke dalam gubuk kecil itu, Umar mendapatkan seorang nenek tua yang lemah tanpa bisa bergerak. Nenek itu juga buta kedua matanya. Tidak ada sesuatu pun di dalam gubuk kecil itu. Umar tercengang dengan apa yang dilihatnya, dia ingin mengetahui ada hubungan apa nenek tua ini dengan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu.
Umar bertanya, “Apa yang dilakukan laki-laki itu di sini?” Nenek menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengetahui, wahai anakku. Setiap pagi dia datang, membersihkan rumahku ini dan menyapunya. Dia menyiapkan makanan untukku. Kemudian dia pergi tanpa berbicara apapun denganku.”
Umar menekuk kedua lututnya dan kedua matanya basah oleh air mata. Dia mengucapkan kalimatnya yang masyhur, “Sungguh, engkau telah membuat lelah khalifah sesudahmu wahai Abu Bakar.”
Begitulah para sahabat berlomba-lomba dalam kebaikan, melihat Abu Bakar yang selalu istiqomah dalam kebaikan, Umar Bin Khattab terlihat tak mau kalah dalam melakukan kebaikan-kebaikan tersebut. Tapi di sisi lain ada kebaikan yang dilakukan Abu Bakar secara sembunyi-sembunyi yang tidak diketahui oleh Umar Bin Khattab. Ma syaa Allah, Umar selalu merasa dirinya satu langkah dibelakang Abu Bakar.
Semoga kisah di atas memotivasi langkah kita untuk selalu berlomba-lomba dalam kebaikan. Terlebih di Bulan Ramadhan, yang In syaa Allah pahala akan dilipatgandakan. Mengingat kisah antara dua sahabat yang dicintai Rasulullah. Aku juga mengingatmu. Begitulah posisi kita, aku selalu berada di satu langkah di belakangmu. Meski aku tak seperti Umar Bin Khattab, kaupun belum seperti Abu Bakar Ash Shiddiq. Tentu saja kita amat jauh dengan keduanya, mereka adalah generasi terbaik Islam yang akidahnya, amalannya, ibadahnya serta akhlaknya tak diragukan kehebatannya. Semoga kita senantiasa dapat meneladani mereka. Aamiin
Satu langkah di belakangmu, iyaaa kau yang selalu menjadi yang terdepan dalam hal-hal kebaikan, yang selalu ingin menjadi yang pertama dalam hal-hal kebaikan. Disaat aku masih terlintas memikirkan untuk melakukan hal kebaikan, tetapi kau telah terlebih dahulu melakukan kebaikan tersebut. Aku iri dan sangat iri. Allah memberikan kepadamu nikmat untuk bermudah-mudah dalam kebaikan. Semoga Allah memberikan aku nikmat yang serupa, nikmatnya diberi kemudahan dalam melakukan kebaikan. Aku ingin sekali menyamai langkahmu itu tetapi entah kenapa aku selalu berada dalam posisi ‘Satu Langkah di Belakangmu’. Tetapi tak mengapa. ‘Satu Langkah di Belakangmu’ terkadang menyenangkan, menjadikanmu sebagai teladan dalam melakukan kebaikan, sebagai motivasi untuk diriku dalam melakukan kebaikan. tetaplah berada pada posisimu walau aku terus akan mengejarmu hingga suatu saat aku berada ‘Satu Shaf di Belakangmu’
-kalimat terakhir hanya pemanis tulisan-

Minggu, 29 Mei 2016

Masa Indah



Bismillaah..
Mengenang masa lalu tak selamanya menyedihkan. Aku ingat ketika menjadi siswa SMA, teman-temanku berdalih tak menyukai pelajaran sejarah karena yang dibahas adalah masa lalu, kita harus move on. Move on dong, move on! Tetapi hal ini sangat bertolak belakang dengan perkataan The Founding Father, Ir. Soekarno yaitu dengan slogan khasnya JAS MERAH (jangan sampai melupakan sejarah). Aku termasuk orang yang setuju dengan beliau, karena dengan adanya masa lalu keberadaan kita akan diakui. Bayangkan, jika kita melupakan jasa-jasa pahlawan kita terdahulu yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan harus menumpahkan darahnya sendiri. Betapa tak tahu dirinya kita ini mengaku sebagai bangsa Indonesia. Menghargai jasa pahlawan dengan meneladani sikap patriotismenya yang kita tahu melalui pelajaran sejarah yang mengenang masa lalu itu.
Mengenang masa lalu tak selamanya membosankan. Adakalanya kita harus mengenangnya hanya untuk sekedar menghibur diri, menumbuhkan semangat dan bahkan dengan mengenang masa lalu kita dapat mengerti arti kehidupan ini. Kali ini, aku akan mengajak kalian menembus lorong waktu, bukan untuk ke masa depan 22 tetapi ke masa lalu. Belasan tahun yang lalu……. Menceritakan sosok lelaki idaman.
“Ayah.. ayah datang.” Aku berlari menyambut kedatangan sosok yang dirindukan. Sosok yang sejak tadi aku tunggu-tunggu. Aku dekap ia dengan erat, beliau membalas dekapanku dengan hangat. Kemudian digendongnya aku memasuki rumah. Aku tak dapat melepaskan pandanganku dari wajahnya. Wajah yang teduh, wajah yang sangat patut dirindukan. Saat itu, aku tidak mengerti betapa lelahnya ia seusai bekerja. Aku memulai memainkan drama lagi, aku merengek, “Ayah yoklah jalan-jalan.” Ia mengiyakan sambil tersenyum. Begitulah setiap harinya, dia akan mengajakku berkeliling kota atau hanya sekedar bermain ayunan di taman kota. Dia tak pernah tampak letih, dia selalu berusaha memberikan senyuman terbaik, ayunan terbaik serta gendongan terbaik untukku..
Hingga malam tiba, dia tetap menemaniku, berada disampingku.  Dia selalu membantuku dalam menyelesaikan pekerjaan rumahku. Dia adalah guru terbaik, ahli matematika, ahli sejarah, ahli politik. Dia dapat mengingat pelajarannya dulu sewaktu sekolah dengan baik. Keren, begitulah cerminan siswan zaman dulu. Sekolahnya sungguh-sungguh sehingga dapat selalu diingat sepanjang masa. Bahkan hingga kini, tugas-tugasku tak lepas dari pendapat-pendapatnya.
Menjelang tidur pun, beliau tetap di sampingku. Menemaniku hingga aku terlelap dalam tidurku. Dia tak akan berhenti berdongeng sebelum aku dapat dipastikan benar-benar telah terlelap. Dongeng haha. Iya dongeng yang hingga kini tak penah aku lupakan. Karena dongeng-dongeng tersebut ku dengar setiap harinya. Dongeng itu Pangeran Kodok, Mak Karak, Bolli sang Anjing Pintar dan masih banyak lagi yang diakhir ceritanya selalu, “Mereka pun berbahagia, pesta 7 hari 7 malam.” Mungkin kalian tak pernah mendengar dongeng-dongeng tersebut, aku juga. Aku hanya mendengar itu dari dia. Dia yang sangat aku sayang…
Pernah suatu ketika, tepat di bulan Ramadhan. Dengan diiringi lantunan Al-Qur’an dari masjid dekat rumah. Seperti biasa, dia menemaniku untuk menuju tidurku. Setelah selesai ia berdongeng, aku memejamkan mataku. Dia memejamkan matanya. Dipegangnya dengan erat tanganku. Sangat erat. Hingga aku merasa risih dan ingin melepaskan genggamannya. Semakin aku melepaskan genggamannya itu, semakin ia menggenggam tanganku erat. Tak ada kata-kata waktu itu. Tapi sekarang aku mengerti, dia melakukan hal tersebut ingin mengatakan kepadaku bahwa ia akan selalu menggenggam erat tanganku di saat aku senang maupun sedih, di saat aku bangkit maupun jatuh. Ia akan selalu ada, memberikan genggaman tangan yang selalu menguatkanku.
Ayah.. akan selalu menjadi idolaku sampai saat ini
Ayah.. akan selalu menjadi sosok yang aku rindukan dan lelaki idaman
Ayah.. engkau adalah sosok yang mencerminkan hadits Rasulullah. Berkata baik atau diam.
Ayah.. Kebijaksanaanmu itu yang membuat bicaramu selalu menjadi solusi, perbuatanmu selalu menjadi teladan.
Ayah.. dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Kau selalu mengantarku. Ridhoi aku untuk mengantarkanmu ke syurga Allah. In syaa Allah. Karena Ridhomu adalah Ridho Allah.
Salam sayang dari anakmu, yang selalu ingin menjadi putri kecilmu~

Selasa, 24 Mei 2016

Kau yang Merah, Biru & Hitam



Kau yang merah..
Ternyata tak seberani warnamu..
Bagaimana mungkin kau yang tangguh diluar..
Didalamnya tak seperti itu..
ada yang mengusik hatimu
Tak dapat engkau sampaikan
Aku harap kau dapat menunjukkan merahmu..
Kau yang biru…
Ternyata kau tak semenarik itu..
Warna cerahmu ternyata kelabu..
Kelabu karena ketidakjujuranmu pada dirimu..
Agar kau tetap tampak biru..
Aku harap birumu itu tak menyembunyikan apapun..

Kau yang hitam..
Ternyata kau benar-benar hitam..
Hitam tak selamanya identik kejahatan..
Hitam itu misterius, menurutku..
Iya itu adalah kau..
Sang misterius yang hitam..

Terlanjur Tidak Nyaman



Terlanjur tidak nyaman,
 itulah yang dapat mendeskripsikan tentang kita untuk sekarang ini. Kita? Iya itu kita, KAU dan AKU.
Ada yang berbeda dari kita, aku pun tak paham dengan baik untuk menjelaskannya. Tapi dapat aku simpulkan, kita tak seperti dulu.
Iyaa bisa dibilang begitu, kita tak seperti dulu. Apa yang salah dari kita? Ada yang bisa menjelaskan? Atau kau yang akan menjelaskan?
Mungkin saja, karena kini aku terlalu terbuka kepadamu atau karena permainan yang sering kita mainkan beberapa hari ini?
Bukankah kita adalah teman, iya kan? Semoga kau setuju, aku bilang kau adalah temanku.
Aku harap kau setuju, aku harap kita tetap begitu. Tetap seperti itu.
Bukankah pertemanan kita itu indah?
Aku harap sekarang akan tetap indah. Tetap indah seperti dulu.
Apa yang kita ucapkan ibarat anak panah yang telah dilepaskan panahannya. Melaju pesat. Tak dapat dikembalikan.
Tapi bukankah pertemanan kita itu dapat dikembalikan?


The Magic of Do'a




Bismillaah.
Alhamdulillah. Hari yang sangat indah, sangat menyedihkan sekali jika kita tak sempat bersyukur terhadap apa yang telah Allah berikan setiap harinya, nikmat yang tiada henti dan tanpa batas. The magic of do’a. kalian percaya dengan kekuatan dan keajaiban do’a? Ketika harapan itu hanya kau gantungkan kepada Allah. Maka kau akan merasakan keajaibannya, keajaiban itu adalah Do’a.
Do'a merupakan bentuk kedekatan hamba dengan Rabb-nya, kedekatan kita kepada Sang Pencipta, kedekatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Do’a merupakan inti dari ibadah menunjukkan hubungan seseorang dengan Allah. Rasulullah bersabda, “Do'a adalah otak (sumsum) dari ibadah.” (HR. Tirmidzi)
Begitu pentingnya doa ini sehingga mampu menjadi otak dari sebuah ibadah. Tentu saja, keajaiban doa tak dapat diraih ketika kita sering lalai mengingat Allah dan melaksanakan perintah Allah. Sesuai dengan hadits:
“ Kenalilah Allah saat kamu senang, niscaya Allah akan akan mengenalimu saat kamu sedang susah.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, Baihaqi)
Keajaiban do’a akan dapat diraih ketika kita memiliki keyakinan akan Allah dan janji-Nya. Maka ketika kita menjadikan solat dan sabar sebagai penolong kita, in syaa Allah begitu pula Allah akan menolong kita. Ketika banyak ustadz yang mengkampanyekan keajaiban doa, terlihat tak masuk akal tapi itulah yang terjadi. Nothing is imposible, ketika Allah telah berkata ‘terjadi’ maka terjadilah.
Doa pula menjadikan seseorang memiliki hati dan pikiran yang jernih dan terang. Bagaimana tidak? Ketika doa menjadi kesehariaannya, ketika Allah tak luput dari pikirannya dan segala sesuatu yang ia lakukan selalu digantungkannya hanya kepada Allah. Tentu hal ini akan membuat hatinya jernih dan terang, terbuka terhadap hal-hal kebaikan. Maka dapat dipastikan (In syaa Allah), seseorang yang menjadikan doa sebagai kesehariannya akan memiliki sikap tawakal yaitu berserah diri hanya kepada Allah. Ia tak akan sedih jika tertimpa kesusahan, tak akan begitu senang ketika terdapat kemudahan dalam hidupnya. Karena ia yakin bahwa: La hawla walaa quwwata illa billah (tiada daya upaya tanpa pertolongan Allah).
Ikhwahfillah, jadikanlah doa sebagai keseharianmu, dzikir sebagai nyanyianmu. Maka rasakanlah keajaiban itu, maka bersyukurlah terhadap keajaiban itu. Tak perlu bersedih ketika doamu tak dikabulkan dan tak perlu terlalu berbangga hati ketika kemudahan selalu menghampirimu. Tugas kita hanya bersyukur kepada Allah dan meyakini setiap ketentuan Allah terdapat hikmah didalamnya.
Nasehat ini teruntukmu dan begitu pula aku. Afwan minkum, aku hanya seseorang yang fakir ilmu.